Posisi Persalinan Kala I – Posisi Meneran Kala II

Oleh: Gita Kostania

Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks, maka bidan sebaiknya tidak mengatur posisi meneran ibu. Bidan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi meneran dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak efektif.

Bidan harus memahami posisi-posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar proses kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin, menghindari intervensi –> meningkatkan persalinan normal (semakin normal proses kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu sendiri).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan posisi melahirkan :

  1. Klien/ibu bebas memilih –> dapat meningkatkan kepuasan, menimbulkan perasaan sejahtera secara emosional, dan ibu dapat mengendalikan persalinannya secara alamiah.
  2. Peran bidan adalah membantu/memfasilitasi ibu agar merasa nyaman.
  3. Secara umum, pilihan posisi melahirkan secara alami/naluri ‘bukan posisi berbaring’.
  4. Sejarah –> posisi berbaring diciptakan agar penolong lebih nyaman dalam bekerja. Sedangkan posisi tegak, merupakan cara yang umum digunakan dari sejarah penciptaan manusia sampai abad ke-18.

Macam-macam posisi meneran diantaranya :

  1. Duduk atau setengah duduk –> posisi ini memudahkan bidan dalam membantu kelahiran kepala janin dan memperhatikan keadaan perineum.
  2. Merangkak –> posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum berkurang.
  3. Jongkok atau berdiri à posisi jongkok atau berdiri memudahkan penurunan kepala janin, memperluas panggul sebesar 28% lebih besar pada pintu bawah panggul, dan memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko memperbesar terjadinya laserasi (perlukaan) jalan lahir.
  4. Berbaring miring –> posisi berbaring miring dapat mengurangi penekanan pada vena cava inverior, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia janin karena suply oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan, dan dapat mencegah terjadinya robekan jalan lahir.
  5. Hindari posisi telentang (dorsal recumbent) –> posisi ini dapat mengakibatkan : hipotensi (beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suplai oksigen dalam sirkulasi uteroplacenter, sehingga mengakibatkan hipoksia bagi janin), rasa nyeri yang bertambah, kemajuan persalinan bertambah lama, ibu mangalami gangguan untuk bernafas, buang air kecil terganggu, mobilisasi ibu kurang bebas, ibu kurang semangat, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.

Berdasarkan posisi meneran di atas, maka secara umum posisi melahirkan dibagi menjadi 2, yaitu posisi tegak lurus dan posisi berbaring.

Secara anatomi, posisi tegak lurus (berdiri, jongkok, duduk) merupakan posisi yang paling sesuai untuk melahirkan, kerena sumbu panggul dan posisi janin berada pada arah gravitasi. Adapun keuntungan dari posisi tegak lurus adalah :

a.  Kekuatan daya tarik –> meningkatkan efektivitas kontraksi dan tekanan pada leher rahim, dan mengurangi lamanya proses persalinan.

Pada Kala 1

Kontraksi –> dengan berdiri, uterus terangkat berdiri pada sumbu aksis pintu masuk panggul dan kepala mendorong cerviks, sehingga intensitas kontraksi meningkat.

Pada posisi tegak tidak ada hambatan dari gerakan uterus.

Sedangkan pada posisi berbaring –> otot uterus lebih banyak bekerja dan proses persalinan berlangsung lebih lama.

Pada Kala 2

Posisi tegak lurus mengakibatkan kepala menekan dengan kekuatan yang lebih besar, sehingga keinginan untuk mendorong lebih kuat dan mempersingkat kala 2.

Posisi tegak lurus dengan berjongkok, mengakibatkan lebih banyak ruang di sekitar otot dasar panggul untuk menarik syaraf penerima dasar panggul yang ditekan, sehingga kadar oksitosin meningkat.

Posisi tegak lurus pada kala 2 dapat mendorong janin sesuai dengan anatomi dasar panggul, sehingga mengurangi hambatan dalam meneran.

Sedangkan pada posisi berbaring, leher rahim menekuk ke atas, sehingga meningkatkan hambatan dalam meneran.

b.  Meningkatkan dimensi panggul

Perubahan hormone kehamilan –> menjadikan struktur panggul dinamis/fleksibel

Pergantian posisi –> meningkatkan derajat mobilitas panggul

Posisi jongkok –> sudut arkus pubis melebar, mengakibatkan pintu atas panggul sedikit melebar, sehingga memudahkan rotasi kepala janin.

Sendi sakroiliaka –> meningkatkan fleksibilitas sacrum (bergerak ke belakang)

Pintu bawah panggul menjadi lentur maksimum

Pada posisi tegak, sacrum bergerak ke dapan, mangakibatkan tulang ekor tertarik ke belakang

Sedangkan pada posisi berbaring, tulang ekor tidak bergerak ke belakang tetapi ke depan (tekanan yang berlawanan).

c.   Gambaran jantung janin abnormal lebih sedikit dengan kecilnya tekanan pada pembuluh vena cava inferior

Pada posisi berbaring, berat uterus/ cairan amnion/ janin mengakibatkan adanya tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan darah ibu. Serta perbaikan aliran darah berkurang setelah adanya kontraksi.

Pada posisi tegak, aliran darah tidak terganggu, sehingga aliran oksigen ke janin lebih baik.

d.  Kesejahteraan secara psikologis

Pada posisi berbaring –> ibu/klien menjadi lebih pasif dan menjadi kurang kooperatif, ibu lebih banyak mengeluarkan tenaga pada posisi ini.

Pada posisi tegak –> ibu/klien secara fisik menjadi lebih aktif, meneran lebih alami, menjadi lebih fleksibel untuk segera dilakukan ‘bounding’ (setelah bayi lahir dapat langsung dilihat, dipegang ibu, dan disusui).

Adapun kerugian dari persalinan dengan posisi tegak adalah :

1. Meningkatkan kehilangan darah

Gaya gravitasi mengakibatkan keluarnya darah sekaligus dari jalan lahir setelah kelahiran janin, dan kontraksi meningkat sehingga placenta segera lahir.

Meningkatkan terjadinya odema vulva à dapat dicegah dengan mengganti-ganti posisi.

2. Meningkatkan terjadinya perlukaan/laserasi pada jalan lahir

Odema vulva –> dapat dicegah dengan mengganti posisi (darah mengalir ke bagian tubuh yang lebih rendah).

Luka kecil pada labia meningkat, tetapi luka akan cepat sembuh.

Berat janin mendorong ke arah simfisis, mengakibatkan tekanan pada perineum meningkat, sehingga resiko rupture perineum meningkat.

PP1a

 

PP1b

 

PP1c

 

PP2C

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  3. JNPK-KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR Depkes RI, Jakarta.
  4. Mean. 2003. Video Pembelajaran : Proses Kelahiran dan Kekuatan Alami Melalui Pelepasan Hormone dan Posisi Melahirkan, Disampaikan pada seminar Frisian Flag-IBI di Jakarta.
  5. Simkin, Ancheta. 2005. Buku Saku Persalinan. EGC, Jakarta.
  6. Sumarah, Widyastuti, Wiyati. 2008. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin). Fitramaya, Yogyakarta.